Sabtu, 18 Desember 2010

BAB IV TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN


1. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral

· Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional.

· Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun namanya.

· Orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu.

2. Status Perusahaan

Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153), yaitu:

· Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena itu ada hanya berdasarkan hukum.

· Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif.

Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya (Milton Friedman,The Social Responsibilities of Business to Increase Its Profits, New York Times Magazine,13-09-1970).

3. Lingkup Tanggung jawab Sosial

· Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.

· Keuntungan ekonomis.

4. Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

· Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya.

· Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan.

· Biaya Keterlibatan Sosial.

· Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial.

5. Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

· Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah.

· Terbatasnya Sumber Daya Alam.

· Lingkungan Sosial yang Lebih Baik.

· Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan.

· Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna.

· Keuntungan Jangka Panjang.

6. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

· Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur mengikuti strategi.

· Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu.

· Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit Sosial

Sumber :

1. Sumber dari: Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Bisnis. Edisi Baru Cetakan Ke-9. Kanisius: Yogyakarta.

BAB III ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS


1. Etika Utilitarianisme Dalam Bisnis

· Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

· Nilai Positif Etika Utilitarianisme

· Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar Penilaian

· Analisa Keuntungan dan Kerugian

· Kelemahan Etika Utilitarianisme

2. Nilai Positif Etika Utilitarianisme

v Pertama, Rasionalitas.

v Kedua, Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.

v Ketiga, Universalitas.

3. Langkah konkret yang perlu diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis , berkaitan dengan Analisis keuntungan dan kerugian :

Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya.

Seluruh alternatif pilihan dalam analisis keuntungan dan kerugian, dinilai berdasarkan keuntungan yg menyangkut aspek-aspek moral.

Analisis Neraca keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam kerangka jk panjang.

4. Kelemahan Etika Utilitarisme

v Pertama, manfaat merupakan konsep yg begitu luas shg dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yg tidak sedikit.

v Kedua, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pd dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dg akibatnya.

v Ketiga, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.

v Keempat, variabel yg dinilai tidak semuanya dpt dikualifikasi.

v Kelima, seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dlam menentukan proiritas di antara ketiganya.

v Keenam, etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

Sumber :

1. Sumber dari: Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Bisnis. Edisi Baru Cetakan Ke-9. Kanisius: Yogyakarta.


BAB II BISNIS DAN ETIKA


1. Mitos Bisnis Amoral

Mitos bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Menurut mitos ini, sasaran dan tujuan dari pembisnis adalah mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya. Etika justru bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai moral. Bisnis adalah suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa menang. Aturan yang dipakai dalam permainan penuh persaingan, berbeda dari aturan yang dikenal dalam kehidupan sosial sehingga tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan social. Orang bisnis yang mau mematuhi aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan.

Mitos bisnis amoral tidak sepenuhnya benar karena beberapa perusahaan ternyata bisa berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu. Sehingga bisnis merupakan bagian aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat ikut dibawa serta dalam kegiatan bisnis. Suatu praktek atau kegiatan bisnis mungkin saja diterima secara legal karena ada dasar hukum, tetapi tidak diterima secara moral. Maka etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Dan etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada kenyataan faktual yang terus berulang. Banyak berbagai aksi protes yang mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis menunjukkan bahwa bisnis harus dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral.

Keutamaan Etika bisnis diantaranya :

a) Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya. Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik.

b) Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat,maka konsumen benar-benar raja. Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.

c) Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis.

d) Perusahaan modern sangat menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang harus dieksploitasi demi mendapat keuntungan.

2. Prinsip-prinsip Etika Bisnis

a. Prinsip otonomi

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang yang otonom adalah orang yang bebas mengambil keputusan dan tindakan serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.

b. Prinsip Kejujuran

Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding. Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan .

c. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.

d. Prinsip Saling Menguntungkan

Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win solution.

e. Prinsip Integritas Moral

Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan.

3. Etos Bisnis

Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang juga membedakannya dari perusahaan yang lain. Etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri perusahaan sebagai penghayatan tentang bisnis yang baik.

Sumber :

1. Sumber dari: Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Bisnis. Edisi Baru Cetakan Ke-9. Kanisius: Yogyakarta.

BAB Ib BISNIS : SEBUAH PROFESI ETIS ?


1. Etika Terapan

Secara umum etika dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya. Sedangkan etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika dapat dikatakan sebagai Refleksi adalah pemikiran moral. Selain itu etika sebagai refleksi krisis rasional meneropongi dan merefleksi kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada norma dan nilai moral yg ada di satu pihak dan situasi khusus dari bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan setiap orang atau kelompok orang dlm suatu masyarakat.

Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dari khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.

Etika Khusus dibagi menjadi 3 yaitu etika individual, etika social dan etika lingkungan hidup. Etika Individual lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relavan dalam etika individual ini adalah prinsip integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi moral.

Etika Sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Etika individual dan etika sosial berkaitan erat satu sama lain. Karena kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak hal mempengaruhi pula kewajibannya terhadap orang lain, dan demikian pula sebaliknya. Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sbg kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

2. Etika Profesi

a. Pengertian Profesi

Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek). Dengan kata lain orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgunakan oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan profesi seseorang dibidang komputer misalnya pada kasus kejahatan komputer yang berhasil mengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa ijin dari hak pencipta atas program yang dikomesikan itu. Sehingga perlu pemahaman atas etika profesi dengan memahami kode etik profesi.

Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Orang Profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yg tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu. Atau orang yang profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjan tersebut.

b. Ciri-ciri Profesi diantaranya :

1) Adanya keahlian dan ketrampilan khusus.

2) Adanya komitmen moral yang tinggi.

3) Biasanya orang yg profesional adalah orang yang hidup dari profesinya.

4) Pengabdian kepada masyarakat.

5) Pada profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut.

6) Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.

Komitmen moral ini biasanya dituangkan, khususnya untuk profesi yang luhur dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut biasanya disebut kode etik. Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana seseorang sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.

c. Prinsip-prinsip Etika Profesi

Tuntutan professional sangat erat hubungannya dengan suatukode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Ada empat prinsip etika profesi :

· Prinsip Tanggung Jawab.

· Prinsip Keadilan.

· Prinsip Otonomi.

· Prinsip Integritas Moral

Prinsip tanggung jawab merupakan suatu tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan terhadap hasilnya. Bertanggung jawab atas dampak profesinya ini terhadap kehidupan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayani.

Prinsip Keadilan mengutama menuntut orang yg profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam rangka profesinya. Prinsip Otonomi adalah prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Karena hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.

3. Menuju Bisnis sebagai Profesi Luhur

Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan kotor, kedati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi luhur.

a. Pandangan Praktis-Realistis

Pandangan ini bertumpu pada kenyataan yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini didasarkan pada apa yang umumnya dilakukan oleh orang-orang bisnis. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Bisnis adalah suatu kegiatan profit making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yang terjun ke dalam bisnis tidak punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial. Karena itu, keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis. Tanpa keuntungan bisnis tidak bisa jalan.

b. Pandangan Ideal

Disebut pandangan ideal, karena dalam kenyataannya masih merapakan suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis. Sebagai pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh segelintir orang yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai tertentu yang dianutnya. Menurut pandangan ini, bisnis tidak lain adalah suatu kegiatan diantara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-pihak yang terlibat. Maka yang mau ditegakkan dalam bisnis yang menyangkut pandangan ini adalah keadilan komutatif, khususnya keadilan tukar atau pertukaran dagang yang fair.

Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi lebih banyak barang tertentu sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri. Menurut Matsushita (pendiri perusahan Matsushita Inc di Jepang), tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis suatu perusahaan. Artinya, krn masyarakat merasa kebutuhan hidupnya dipenuhi secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan tsb yg memang dibutuhkannya tapi sekaligus juga puas dengan produk tsb.

Dengan melihat kedua pandangan berbeda di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia bisnis sedikit banyaknya disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis sekadar sebagai mencari keuntungan. Atas dasar ini, persoalan yang dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh ini memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan mana yang dianut, keuntungan tetap menjadi hal pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah apakah mengejar keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas? Yang penting adalah bagaimana keuntungan ini sendiri tercapai. Salah satu upaya untuk membangun bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk, mendukung dan memperkuat organisasi profesi. Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya sebagaimana dibahas disini, kalau bukan menjadi profesi luhur.

Sumber :

1. http://asyilla.wordpress.com/2007/06/30/pengertian-etika/

2. http://www.scribd.com/doc/8365104/PENGERTIAN-ETIKA

3. Sumber dari: Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Bisnis. Edisi Baru Cetakan Ke-9. Kanisius: Yogyakarta.


BAB IaTEORI-TEORI ETIKA BISNIS


1. Pengertian Etika

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan.

Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan. Jadi etika dan moralitas sama-sama berati system nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana baiknya sebuah kebiasaan.

Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan siap pakai. Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai :

a) Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia.

b) Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum diterima.

Etika sebagai sebuah ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan rasional,

a. Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang.

b. Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan dengan nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya.

c. Apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya memang harus bertindak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakatku ataukah justru sebaliknya saya dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang bahkan melawan nilai dan norma moral tertentu.

Etika sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional. Karena etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika bermaksud membuat manusia bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja. Etika memang pada akhirnya mengharapkan agar orang bertindak sesuai dengan nilai dan norma moral yang berlaku, tetapi kesesuaian itu bukan semata-mata karena tindakan yang baik itu diperintahkan oleh moralitas, melainkan karena ia sendiri tahu dan sadar bahwa hal itu memang baik bagi dirinya dan baik bagi orang lain.

Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan.

2. Tiga Norma Umum

Norma adalah memberi pedoman tentang bagaimana kita harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar bagi penilaian mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita. Norma dapat dibedakan dua macam norma, yaitu norma khusus dan norma umum. Norma khusus adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya aturan olah raga, aturan pendidikan dan lain-lain. Norma khusus hanya berlaku untuk bidang itu saja, sejauh orang masuk ke dalam bidang itu dan tidak berlaku lagi ketika orang keluar dari bidang itu. Norma umum sebaliknya lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat tertentu boleh dikatakan bersifat universal. Noma umum ada tiga, yaitu norma sopan satun, norma hokum, dan norma moral.

Pertama, norma sopan santun adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah dalam pergaulan sehari-hari. Karena hanya menyangkut sikap dan perilaku lahiriah. Kendati perilaku dan sikap lahiriah bisa menentukan pribadi seseorang, tidak dengan sendirinya sikap ini menentukan sikap moral seseorang. Kedua, norma hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Norma ini mencerminkan harapan, keinginan, dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik.

Ketiga adalah norma moral, yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.

Ada beberapa ciri utama yang membedakan norma moral dari norma umum lainnya ( kendati dalam kaitan dengan norma hukum ciri-ciri ini bisa tumpang tindih) :

a. Kaidah moral berkaitan dengan hal-hal yang mempunyai atau yang dianggap mempunyai konsekuensi yang serius bagi kesejahteraan, kebaikan dan kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.

b. Norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan penguasa tertentu. Norma moral dan juga norma hukum merupakan ekspresi, cermin dan harapan masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Berbeda dengan norma hukum, norma moral tidak dikodifikasikan, tidak ditetapkan atau diubah oleh pemerintah. Ia lebih merupakan hukum tak tertulis dalam hati setiap anggota masyarakat, yang karena itu mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri

c. Norma moral selalu menyangkut sebuah perasaan khusus tertentu, yang oleh beberapa filsuf moral disebut sebagai perasaan moral (moral sense).

3. Teori Etika

Tindakan manusia selalu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Ada arah dan sasaran dari tindakan atau hidup manusia. Ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika teleology dan etika deontology.

a) Etika Teleologi

Berasal dari kata Yunani, telos = tujuan. Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Ada dua aliran etika teleology yaitu Egoisme Etis dan Utilitarianisme. Egoisme Etis adalah inti pandangan egoism bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.

Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Sedangkan utilitarianisme berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.

b) Deontologi

Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.

Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.

Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

a) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban.

b) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.

c) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.

Sumber :

1. http://www.scribd.com/doc/8365104/PENGERTIAN-ETIKA

2. Sumber dari: Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Bisnis. Edisi Baru Cetakan Ke-9. Kanisius: Yogyakarta.